Domain yg Anda cari

obesitas

>> Sabtu, April 25, 2009

Sampai saat ini belum ada standar yang memuaskan mengenai definisi obesitas dan cara pengukurannya. Beberapa cara untuk menentukan obesitas di antaranya desintrometri, pengukuran total kalium tubuh, total air tubuh, USG, CT, MRI, pengukuran antropometi dengan mengukur berat badan total, tinggi badan, tebal lemak subkutis, panjang lingkar bagian tubuh tertentu, dan perhitungan berdasarkan nilai angka antropometri, di antaranya BMI, WHR, indeks Ponderal, indeks Broca, v/s, w/sks, tetapi semuanya belum dapat digunakan sebagai standar utama mengukur total lemak tubuh.Cara yang paling sering dipakai di klinik dan di lapangan dalam menentukan obesitas adalah mengukur berat badan relatif (berat badan subyek dibagi berat badan standar untuk tinggi tertentu), dan indeks massa tubuh (IMT/BMI = Body Mass Index) (”QUETELET”), berat dibagi kuadrat tinggi badan. Parameter-parameter tersebut telah banyak digunakan dalam penelitian epidemologi untuk menilai resiko yang berhubungan dengan obesitas.
KLASIFIKASI OBESITAS
Sampai saat ini kriteria untuk menyatakan seseorang obesitas sehubungan dengan komplikasi metabolik dan terjadinya hipertensi masih belum seragam. Seseorang dinyatakan kelebihan berat badan apabila mempunyai berat badan relatif > 120 %m berat ideal, > 125 % berat ideal, atau > 130 % berat ideal. Bila berdasarkan indeks massa tubuh (IMT/BMI), obesitas apabila IMT > 30 kg/m2.
METODE
NORMAL
OVERWEIGHT
OBESITAS
BB Relatif
= BB ideal
> 120 % BB ideal
> 130 % BB ideal
IMT
20 - < 25
(25 - 30)
> 30

PREVALENSI OBESITAS
Prevalensi obesitas di beberapa negara maju berkisar antara 7 s.d. 12 %, sedangkan kelebihan berat badan (overweight) berkisar antara 24 s.d. 34 %. Wanita biasanya lebih banyak mengalami obesitas dibanding pria. Kekerapan obesitas akan meningkat dengan pertambahan umur. Sosial ekonomi memegang peranan penting pada perkembangan obesitas. Di negara-negara maju, obesitas justru lebih banyak ditemukan pada mereka dengan sosial ekonomi rendah, yaitu sekitar 7 - 12 kali lebih banyak dibanding mereka dengan sosial ekonomi tinggi.
NEGARA
UMUR
OVERWEIGHT
OBESITAS
Australia
16-65
34 %
24 %
6 %
7 %
Britania
20-74
34 %
24 %
6 %
8 %
RS G. Jati
30-76
13 %
16 %
6 %
10 %
Prevalensi obesitas di beberapa negara
Di Indonesia belum ada penelitian tentang prevalensi obesitas yang dilakukan secara nasional. Berdasarkan hasil studi sementara (belum dipublikasikan) yang dilakukan di Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon, prevalensi obesitas pada penderita penyakit jantung koroner yang berobat di Poliklinik Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon adalah obesitas 10 % untuk wanita, 6 % untuk pria, berumur antara 30 - 76 tahun, sedangkan kelebihan berat badan (overweight) adalah 16 % untuk wanita dan 14 % untuk pria. Tidak terdapat perbedaan prevalensi obesitas terhadap umur.

PENGARUH OBESITAS TERHADAP JANTUNG
Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah sekitar 10 - 20 %, bahkan sebagian ahli menyatakan dapat mencapai 30 %. Hal ini tentu merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang keduanya dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai gagal jantung atau lemah jantung, dimana penderita akan merasakan lekas capai, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat (tergantung dari derajat lemah jantung).
Obesitas dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner melalui berbagai cara, yaitu :1. Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid darah, yaitu peninggian kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol meningkat (kolesterol jahat, yaitu zat yang mempercepat penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah), penurunan kadar HDL-kolesterol (kolesterol baik, yaitu zat yang mencegah terjadinya penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah).2. Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi (akibat penambahan volume darah, peningkatan kadar renin, peningkatan kadar aldosteron dan insulin, meningkatnya tahanan pembuluh darah sistemik, serta terdapatnya penekanan mekanis oleh lemak pada dinding pembuluh darah tepi).3. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan toleransi glukosa ataupun kencing manis. Menurut Westlund dan Nicholay Sen, obesitas sedang akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner 10 kali lipat, bahkan jika berat badan lebih besar 45 % dari berat badan standar, maka resiko terjadinya penyakit kencing manis akan meningkat menjadi 30 kali lipat. Oleh karena hipertensi, hiperkolesterol, LDL-kolesterol, HDL-kolesterol, dan kencing manis (diabetes melitus), merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner (PJK), maka peningkatan dari semua hal di atas juga akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.
Menurut hasil penelitian Skandinavia (Scandinavian study), bahwa obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan faktor-faktor pembekuan darah, sebagaimana diketahui bahwa faktor pembekuan darah merupakan faktor resiko untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Obesitas akan meningkatkan resiko stroke 20 % dan resiko serangan jantung sebesar 8 kali lipat dibanding mereka yang bukan obesitas. Jika berat badan naik 20 % maka angka kematian meningkat 20 % pada pria dan 10 % pada wanita. Sebaliknya menurut studi Framingham, penurunan berat badan akan memperpanjang usia dan dengan penurunan berat badan sampai 10 % akan menurunkan insiden penyakit jantung koroner 20 %.
Obesitas pada masa kanak-kanak biasanya akan mempunyai efek atau pengaruh yang lebih buruk terhadap jantung dibanding jika obesitas didapat setelah usia dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena : efek samping obesitas ditentukan oleh berat dan lamanya obesitas. Kerusakan atau kelainan otot jantung akibat obesitas sering disebut sebagai penyakit otot jantung obesitas (obesity heart muscle disease) atau Kardiomiopati.

0 komentar:

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP