Domain yg Anda cari

RESEARCH & DEVELOPMENT

>> Selasa, April 07, 2009

RESEARCH & DEVELOPMENT

I.1 Latar Belakang
Antibiotika digunakan dalam terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dengan tujuan sbb:
• Terapi empirik infeksi
• Terapi definitif infeksi
• Profilaksis non-Bedah
• Profilaksis Bedah
Sebelum memulai terapi dengan antibiotika sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi benar-benar ada. Hal ini disebabkan ada beberapa kondisi penyakit maupun obat yang dapat memberikan gejala/tanda yang mirip dengan infeksi. Selain itu pemakaian antibiotika tanpa didasari bukti infeksi dapat menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun potensi Reaksi Obat Berlawanan (ROB) yang dialami pasien. Bukti infeksi dapat berupa adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis, inflamasi di tempat infeksi, produksi infiltrat dari tempat infeksi, maupun hasil kultur. Kultur perlu dilaksanakan pada infeksi berat, infeksi kronik yang tidak memberikan respon terhadap terapi sebelumnya, pasien immunocompromised, infeksi yang menghasilkan komplikasi yang mengancam nyawa.
Jumlah antibiotika yang beredar di pasaran terus bertambah seiring dengan maraknya temuan antibiotika baru (Mark, A., 2002). Hal ini di samping menambah opsi bagi pemilihan antibiotika juga menambah kebingungan dalam pemilihan, karena banyak antibiotika baru yang memiliki spektrum bergeser dari antibiotika induknya. Contoh yang jelas adalah munculnya generasi fluoroquinolon baru yang spektrumnya mencakup bakteri gram positif yang tidak dicakup oleh ciprofloksasin (Muchid, A., 2006). Panduan dalam memilih antibiotika di samping mempertimbangkan spektrum, penetrasi ke tempat infeksi, juga penting untuk melihat ada-tidaknya gagal organ eliminasi.
Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menyebabkan dampak negatif terhadap penggunanya. Yang paling menonjol dampak dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional yaitu efek terapeutik tidak tercapai, biaya (cost) terapi menjadi lebih mahal, dan efek samping bermunculan (resistensi terhadap mikroba tertentu). Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : prescriber (pembuat resep), sistem pendekatan team marketing dari industri obat (detailer) dan sistem di rumah sakit itu sendiri.
Permasalahan-permasalahan di atas membutuhkan keterpaduan semua profesi kesehatan untuk mengatasinya. Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta mengatasi permasalahan tersebut antara lain dengan mengidentifikasi, memecahkan Problem Terapi Obat (PTO), memberikan konseling obat, promosi penggunaan obat yang rasional baik tentang obat bebas maupun antibiotika.
Pengembangan profesionalisme diri seorang calon apoteker dapat meliputi memelihara, mengembangkan, dan menambah pengetahuan, ketrampilan serta sikap. Oleh karena itu diperlukan adanya kesadaran diri untuk selalu tanggap dan peduli atas isue yang terjadi di masyarakat yang berkenaan dengan sistem dan pola kesehatan dari masyarakat itu sendiri. Dengan adanya program pendidikan praktek kerja profesi apoteker di apotek, diharapkan calon apoteker dapat memperoleh pengalaman kerja dilapangan yang selanjutnya bisa dijadikan acuan untuk mengembangkan teori yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan.Untuk mendapatkan hasil yang optimal diperlukan persiapan diri dari calon apoteker dengan cara membuat strategi penyusunan rencana belajar. Dalam hal ini bisa berupa portfolio harian yang setiap minggunya dapat dievaluasi rencana apa saja yang belum dilakukan. Juga bisa berupa target capaian hasil belajar yang harus dicapai perhari/perminggunya. Dengan demikian praktek kerja dilapangan oleh calon apoteker dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

0 komentar:

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP